Efektivitas Pembelajaran Kontekstual Model Pengajaran Berbasis Masalah Dalam Meningkatkan Prestasi dan Penguasaan Materi Pelajaran IPA

Berikut ini kami bagikan File Penelitian Tindakan kelas

PENERAPAN CARA BELAJAR AKTIF MODEL PENCOCOKAN KARTU INDEKS DALAM MEMBANTU PENGUASAAN MATERI PELAJARAN SAINS PADA SISWA KELAS …………………….
…………………………………………………..
TAHUN 2003/2004



KARYA ILMIAH


OLEH
………………………………..
NIP: ……………………………




DINAS PENDIDIKAN ……………………………….
……………………………………………………
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Setelah membaca dan mencermati karya ilmiah yang merupakan ulasan hasil penelitian yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan di perpustakaan ………..…………………………………………… hasil karya dari:

Nama : …………………….
NIP : ……………………
Unit Kerja : …………………………………………….
Judul : Penerapan Cara Belajar Aktif Model Pencocokan Kartu Indeks dalam Membantu Penguasaaan Materi Pelajaran Sains Pada Siswa Kelas ……………………………………..Tahun Pelajaran 2003/2004.

Menyetujui dan mengesahkan untuk diajukan mendapatkan Penetapan Angka Kredit Kenaikan Pangkat dalam jabatan fungsional guru.





Mengetahui
Ketua PD PGRI II …………………………….
…………………….. …………………………….


………………………………. ………………………..
NPA: ……………… NIP: ………………….
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah ini diajukan sebagai syarat untuk memenuhi penetapan angka kredit kenaikan pangkat dalam jabatan fungsional guru. Karya ilmiah ini tidak dipublikasikan tetapi telah disetujui dan disahkan untuk didokumentasikan di perpustakaan ……………………………………….

Pada Hari : ……………………
Tanggal : ……………………


Perpustakawan Kepala
………………………….. ……………………………
………………. ………………….


……………………. …………………
NIP:…………….. NIP: ……………….







KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan karya ilmiah dengan judul "Penerapan Cara Belajar Aktif Model Pencocokan Kartu Indeks dalam Membantu Penguasaaan Materi Pelajaran Sains Pada Siswa Kelas …………………………………. Tahun Pelajaran 2003/2004", penulisan karya ilmiah ini kami susun untuk dipakai dalam bacaan di perpustakaan sekolah dan dapat dipakai sebagai perbandingan dalam pembuatan karya ilmiah bagi teman sejawat juga anak didik pada latihan diskusi ilmiah dalam rangka pembinaan karya ilmiah remaja.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya kepada:
1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan ………………………………..
2. Yth. Ketua PD II PGRI …………………………………..
3. Yth. Rekan-rekan Guru ……………………………………………
4. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan.
Penulis

ABSTRAK

………………. 2003. Penerapan Cara Belajar Aktif Model Pencocokan Kartu Indeks dalam Membantu Penguasaaan Materi Pelajaran Sains Pada Siswa ………………………………….. Pelajaran 2003/2004


Kata Kunci: belajar aktif, pencocokan kartu indeks


Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar,melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu "mengerjakannya", yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah mereka dapatkan.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setian putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalh siswa kelas ………………….. ……………………………... Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (62,50%), siklus II (75,00%), siklus III (87,50%).
Simpulan dari penelitian ini adalah metode belajar aktif model pencocokan kartu indeks dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa ……………………………., serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative pembelajaran sains.

DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Abstrak
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Penjelasan Istilah …………………………………………
F. Batasan Masalah………………………………………….
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
C. Hakikat IPA atau Sains
D. Proses Belajar Mengajar IPA atau Sains
E. Prestasi Belajar IPA atau Sains
F. Gaya Belajar
G. Sisi Sosial Proses Belajar
H. Cara Belajar Aktif Model Pencocokan Kartu Indeks
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian
B. Rancangan Penelitian
C. Instrumen Penelitian
D. Metode Pengumpulan Data
E. Teknik Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Item Butir Soal
B. Analisi Data Penelitian Persiklus
C. Pembahasan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Efektivitas Pembelajaran Kontekstual Model Pengajaran Berbasis Masalah Dalam Meningkatkan Prestasi dan Penguasaan Materi Pelajaran IPA
Efektivitas Pembelajaran Kontekstual Model Pengajaran Berbasis Masalah Dalam Meningkatkan Prestasi dan Penguasaan Materi Pelajaran IPA


BAB I PENDAHULUAN

Pembangunan Nasional di bidang pengembangan sumberdaya manusia Indonesia yang berkualitas melalui pendidikan merupakan upaya yang sungguh-sungguh dan terus-menerus dilakukan untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Sumberdaya yang berkualitas akan menentukan mutu kehidupan pribadi, masyarakat, dan bangsa dalam rangka mengantisipasi, mengatasi persoalan-persoalan, dan tantangan-tantangan yang terjadi dalam masyarakat pada kini dan masa depan.
Pekerjaan mewujudkan maksud di atas bukan hal yang mudah dan sederhana. Tidak pula dapat dicapai dalam waktu singkat. Hal itu memerlukan dukungan seluruh komponen bangsa dan usaha yang direncanakan secara matang, berkelanjutan, serta berlangsung seumur hidup. Ini berarti bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang utuh dan berkualitas melalui pendidikan dibutuhkan seperangkat prasarana dan sarana pendukung yang memadai. Dalam sistem pendidikan, kurikulum merupakan komponen esensial dan utama yang perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak, seperti pemerintah, pengembangan kurikulum, dan para guru sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum dimaksud.

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menigkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lain, dan peningkatan mutu manajemen sekolah, namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang memadai.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia tidak pernah berhenti. Berbagai terobosan baru terus dilakukan oleh pemerintah melalui Depdiknas. Upaya itu antara lain dalam pengelolaan sekolah, peningkatan sumber daya tenaga pendidikan, pengembangan/penulisan materi ajar, erta pengembangan paradigma baru dengan metodologi pengajaran.
Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.
Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi aktif siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar akif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud)
Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu "mengerjakannya", yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis penulis mengambil judul "Efektivitas Pembelajaran Kontekstual Model Pengajaran Berbasis Masalah Dalam Meningkatkan Prestasi dan Penguasaan Materi Pelajaran IPA Pada Siswa ………………………………….. Tahun Pelajaran 2002/2003."

B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahnnya sebagi berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan prestasi dan penguasaan materi pelajaran IPA dengan diterapkannya metode pembelajaran kontektual model pembelajarn berbasis masalah pada siswa Kelas ……………………………………. Tahun Pelajaran 2002/2003?
2. Bagaimanakah pengaruh pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah dalam membantu siswa meningkatkan pemahaman dan motivasi belajar IPA pada siswa Kelas ……………………………………. Tahun Pelajaran 2002/2003?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Ingin mengetahui bagaimana prestasi, pemahaman dan penguasaan mata pelajaran IPA setelah diterapkannya pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah pada siswa Kelas …………………………………. Tahun Pelajaran 2002/2003.
2. Mengetahui pengaruhnya metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah dalam meningkatkan prestasi dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPA setelah diterapkan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah pada siswa Kelas ………………………………………… Tahun Pelajaran 2002/2003.

D. Manfaat Penelitian
Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
1. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar IPA
2. Sumbangan pemikiran bagi guru dalam proses belajar-mengajar dan meningkatkan pemahaman siswa belajar IPA di ………………………………… Tahun Pelajaran 2002/2003.
3. Menerapkan metode yang tepat sesuai dengan materi pelajaran IPA.

E. Definisi Operasional Variabel
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Metode pembelajaran konstesktual berbasis masalah:
Pengajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu pandekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran
2. Motivasi belajar adalah:
Merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman. Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan.
3. Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran ……………...

F. Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah yang meliputi:
1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas ……………………………………………. Tahun Pelajaran 2002/2003.
2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober tahun pelajaran 2002/2003.
3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan ………………..

Back to Content ?



BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Prestrasi Belajar
1. Pengertian Belajar
Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam kepustakaan. Yang dimaksud belajar yaitu perbuatan murid dalam bidang material, formal serta fungsional pada umumnya dan bidang intelektual pada khususnya. Jadi belajar merupakan hal yang pokok. Belajar merupakan suatu perubahan pada sikap dan tingkah laku yang lebih baik, tetapi kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk.
Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan harus merupakan akhir dari pada periode yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses yang tideak dapat dilihat dengan nyata proses itu terjadi dalam diri seserorang yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara internal di dalam diri individu dalam mengusahakan memperoleh hubungan-hubungan baru.

2. Pengertian Prestasi Belajar
Sebelum dijelaskan pengertian mengenai prestasi belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang pengertian prestasi. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai. Dengan demikian bahwa prestasi merupakan hasil yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan/aktivitas tertentu.
Jadi prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena itu semua individu dengan adanya belajar hasilnya dapat dicapai. Setiap individu belajar menginginkan hasil yang yang sebaik mungkin. Oleh karena itu setiap individu harus belajar dengan sebaik-baiknya supaya prestasinya berhasil dengan baik. Sedang pengertian prestasi juga ada yang mengatakan prestasi adalah kemampuan. Kemampuan di sini berarti yan dimampui individu dalam mengerjakan sesuatu.
3. Pedoman Cara Belajar
Untuk memperoleh prestasi/hasil belajar yang baik harus dilakukan dengan baik dan pedoman cara yang tapat. Setiap orang mempunyai cara atau pedoman sendiri-sendiri dalam belajar. Pedoman/cara yang satu cocok digunakan oleh seorang siswa, tetapi mungkin kurang sesuai untuk anak/siswa yang lain. Hal ini disebabkan karena mempunyai perbedaan individu dalam hal kemampuan, kecepatan dan kepekaan dalam menerima materi pelajaran.
Oleh karena itu tidaklah ada suatu petunjuk yang pasti yang harus dikerjakan oleh seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Tetapi faktor yang paling menentukan keberhasilan belajar adalah para siswa itu sendiri. Untuk dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya harus mempunyai kebiasaan belajar yang baik.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Adapun faktor-faktor itu, dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
a. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang kita sebut faktor individu.
Yang termasuk ke dalam faktor individu antara lain faktor kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
b. Faktor yang ada pada luar individu yang kita sebut dengan faktor sosial
Sedangkan yang faktor sosial antara lain faktor keluarga, keadaan rumah tangga, guru, dan cara dalam mengajarnya, lingkungan dan kesempatan yang ada atau tersedia dan motivasi sosial.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas menunjukkan bahwa belajar itu merupaka proses yang cukup kompleks. Artinya pelaksanaan dan hasilnya sangat ditentukan oleh faktor-faktor di atas. Bagi siswa yang berada dalam faktor yang mendukung kegiatan belajar akan dapat dilalui dengan lancar dn pada gilirannya akan memperoleh prestasi atau hasil belajar yang baik.
Sebaliknya bagi siswa yang berada dalam kondisi belajar yang tidak menguntungkan, dalam arti tidak ditunjang atau didukung oleh faktor-faktor diatas, maka kegiatan atau proses belajarnya akan terhambat atau menemui kesulitan.

C. Hakikat IPA
IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA.
Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman (dalam Lestari, 2002: 7) adalah sebagai berikut:
1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
4. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan sebelumnya.
Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebernaran.
5. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA merupakan
bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk).

D. Proses Belajar Mengajar IPA
Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 2000: 5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman, 2000: 5).
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar (Usman, 2000: 4).
Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam, proses belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan kegiatan perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program tindak lanjut (dalam Suryabrata, 1997: 18).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA.


E. Prestasi Belajar IPA
Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapt diartikan bahwa prestasi belajar IPA adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar IPA.

F. Gaya Belajar
Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggurulkan kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tida karuan.
Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis cara belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 diantaranya rata-rata dapat belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan kegaitan belajar yang berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8 siswa siswanya sedemikan menyukai salah satu bentuk pengajaran dibanding dua lainnya. Sehingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila tidak ada kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan ara yang mereka sukai. Guna memenuhi kebutuhan ini, pengajaran harus bersifat mulitsensori dan penuh dengan variasi.
Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan cara belajar siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) telah menerapkan indikator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan individu dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder, menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi, dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa masa kini "bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar bersama."
Temuan-teman ini dapat dianggap tidak mengejutkan bila kita mempertimbangkan secepatnya laju kehidupan modern. Dimasa kini siswa dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik yang nyata maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas.

G. Pengajaran Berbasis Masalah
Pengajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu pandekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Pengajaran masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (200: 2)), "Pengajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project-Based Teacihg (Pembelajaran Proyek), Experienced-Based Education (Pendidikan berdasarkan pengalaman), Authentic Learning (Pembelajaran Autentik), dan Achoered Instruction (Pembelajaran berakar pada kehidupan nyata)".
Peran guru dalam pengajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar pengajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan ikuiri.
1. Ciri-cirinya
Berbagai pengembangan pengajaran berbasis masalah telah mencoba menunjukkan cirri-ciri pengajaran berbasis masalah sebagai berikut.
a. Pengajuan pertanyaa atau masalah.
Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidipan nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi itu.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, Matematika, Ilmu Sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
c. Penyelidikan autentik.
Pengajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari pemecahan masalah nyata. Mereka harus menganalisasi dan mendefinisikan masalah, mengembankan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat iferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang sesdang dipelajari.
d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik, video atau program computer (Ibrahim & Nur, 200:5-7).
Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
2. Tujuan Pembelajaran dan Hasil Belajar
Pengajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadikan pembelajar yang otonom dan mandiri. Uraian rinci terhdap ketiga tujuan itu dijelaskan lebih jauh oleh Ibrahim dan Nur (2000:7-12) berikut ini.
a. Keteramplan Berpikir dan Keterampilan Pemecahan Masalah
Berbagai macam ide telah digunakan untuk menggambarkan cara seseorang berpikir. Tetapi, apakah sebenarnya yang terlibat dalam proses berpikir? Apakah keterampilan berpikir itu dan terutama apakah keterampilan berpikir itu?
- Berpikir adalah proses yang melibatkan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan penalaran.
- Berpikir adalah proses secara simbolik menyatakan (melalui bahasa) objek nyata dan kejadian-kejadian dan penggunaan pernyataan simbolik itu untuk menemuan prinsip-prinsip esensial tentang objek dan kejadian itu untuk menemukan prinsip-prinsip esensial tentang objek dan kejadian itu. Pernyataan simbolik (abstrak) seperti itu biasanya berbeda dengan operasi mental yang didasarkan pada tingkat konkret dari fakta dan kasus khusus.
- Berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang seksama.
Tentang berpikir tingkat tinggi, Resnick (1987) memberikan penjelasan sebagai berikut:
- Berpikir tingkat tinggi adalah nonalgoritmik, yaitu alur tindakan yang tidak sepenuhnya dapat diterapan sebelumnya.
- Berpikir tingkat tinggi cenderung kompleks. Keseluruhan alurnya tidak dapat diamati dari satu sudut pandang.
- Berpikir tingkat tinggi sering kali menghasilkan banyak solusi, masing-masing dengan keuntungan dan kerugian.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan pertimbangan dan interpretasi.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan ketidakpastian. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas tidak selamanya diketahui.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan banyak penerapan banya kriteria, yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan banyak pengaturan diri tentang proses berpikir. Kita tidak mengakui sebagai berpikir tingkat tinggi pada seseorang jika ada orang lain membantunya pada setiap tahap.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan pencarian makna, menemukan struktur pada keadaan yang tampaknya tidak teratur.
- Berpikir tingkat tinggi adalah kerja keras. Ada pengerahan kerja mental besar-besaran saat melakukan berbagai jenis elaborasi dan pertimbangan yang dibutuhkan.
Perlu dicatat bahwa Resnick menggunakan kata-kata dan ungkapan seperti pertimbangan, pengaturan diri, pencarian makna, dan ketidakpastian. Hal ini berarti bahwa proses berpikir dan keterampilan yang perlu diaktifkan sangatlah kompleks. Resnick juga menekankan pentingnya konteks atau keterkaitan pada saat berpikir tentan berpikir. Meskipun proses memiliki beberapa kesamaan antarsituasi, proses itu juga bervarisai bergantung pada apa yang dipikirkan seseorang. Sebagai contoh, proses yang kita gunakan untuk memikirkan matematika berbeda dengan proses yang kita gunakan untuk memikirkan puisi. Proses berpikir yang digunakan untuk memikirkan ide abstrak berbeda dengan yang digunakan untuk memikirkan situasi kehidupan nyata. Karena hakikat kekomplekan dan konteks dari keterampilan berpikir tingkat tinggi, maka keterampilan itu tidak dapat diajarkan menggunakan pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan ide dan keterampilan yang lebih konkret. Keterampilan proses dan berpikir tingkat tinggi bagaimanapun juga jelas dapat diajarkan, dan kebanyakan program dan kurikulum dikembangkan untuk tujuan ini sangat mendasarkan diri pada pendekatan yang sama dengan pengajaran berbasis masalah.
a. Pemodelan Peran Orang Dewasa
Resnick juga memberikan rasional tentang bagaimana pengajaran berbasis masalah membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar tentang pentingnya peran orang dewasa. Dalam banyak hal pengajaran berbasis masalah bersesuaian dengan aktivitas mental di luar sekolah sebagaimana yang diperankan oleh orang dewasa.
1. Pengajaran berbasis masalah memiliki unsur-unsur belajar magang. Hal tersebut mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain, sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran penting dari aktivitas mental dan belajar yang terjadi di luar sekolah.
2. Pengajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang fenomena tersebut.
b. Pembelajaran yang Otonom dan Mandiri
Pengajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Bimbingan guru yang berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. Dengan begitu, siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas mereka secara mandiri dalam hidupnya.
3. Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah
Pengajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.

Tahapan Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya
Tahap 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubugnan dengan masalah tersebut
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individual dan kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informsi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penyelasan dan pemecahan masalahnya.
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siwa merekncanakan dan menyiapkan karyayang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka berbagai tugas dengan temannya.
Tahap 5
Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan maslah Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

4. Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen
Tidak seperti lingkungan belajar yang terstruktur secara ketat yang dibutuhkan dalam pembelajaran langsung atau penggunaan yang hati-hati kelompok kecil dalam pembelajaran kooperatif, lingkungan belajar dan system manajemen dalam pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh sifatnya yang terbuka, ada proses demokrasi, dan peranan siswa yang aktif. Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran yang terstruktur dan dapat diprediksi dalam pengajaran berbasis masalah, norma di sekitar pelajaran adalah norma inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat. Lingkungan belajar menekankan peranan sentral siswa, bukan guru yang ditekankan.

Back to Content ?



BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997: 8) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu, (a) guru sebagai penelitia; (b) penelitian tindakan kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) administrasi social eksperimental.
Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.


A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di ………………………………………… Tahun Pelajaran 2002/2003.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober semester gasal tahun pelajaran 2002/2003.
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas ………………………….. Tahun Pelajaran 2002/2003. Pada pokok bahasan ……….

B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2003: 3).
Sedangkah menurut Mukhlis (2003: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.
Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2003: 5).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.



















Gambar 3.1 Alur PTK
Penjelasan alur di atas adalah:
1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model kontekstual berbasis masalah.
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3. Tes formatif
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep IPA pada pokok bahasan …………. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan guru (objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 45 soal yang telah diujicoba, kemudian penulis mengadakan analisis butir soal tes yang telah diuji validitas dan reliabilitas pada tiap soal. Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang baik dan memenuhi syarat digunakan untuk mengambil data. Langkah-langkah analisi butir soal adalah sebagai berikut:
a. Validitas Tes
Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk mengetahui tingkat kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga dapat ditentukan butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini dapat dihitung dengan korelasi Product Moment:
(Suharsimi Arikunto, 2001: 72)
Dengan: rxy : Koefisien korelasi product moment
N : Jumlah peserta tes
?Y : Jumlah skor total
?X : Jumlah skor butir soal
?X2 : Jumlah kuadrat skor butir soal
?XY : Jumlah hasil kali skor butir soal
b. Reliabilitas
Relaiabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus belah dua sebagai berikut:
(Suharsimi Arikunto, 20001: 93)
Dengan: r11 : Koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan
r1/21/2 : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes
Kriteria reliabilitas tes jika harga r11 dari perhitungan lebih besar dari harga r pada tabel product moment maka tes tersebut reliabel.
c. Taraf Kesukaran
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal adalah indeks kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan taraf kesukaran adalah:
(Suharsimi Arikunto, 2001: 208)
Dengan: P : Indeks kesukaran
B : Banyak siswa yang menjawab soal dengan benar
Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran sola adalah sebagai berikut:
- Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar
- Soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang
- Soal dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah
d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda desebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:
(Suharsimi Arikunto, 2001: 211)
Dimana:
D : Indeks diskriminasi
BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar
BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar
JA : Jumlah peserta kelompok atas
JB : Jumlah peserta kelompok bawah
Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.
Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir soal sebagai berikut:
- Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek
- Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup
- Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik
- Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik

D. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah, dan tes formatif.

E. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic sederhana yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

Dengan : = Nilai rata-rata
? X = Jumlah semua nilai siswa
? N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunju pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:


Back to Content ?



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi berupa pengamatan pengelolaan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus.
Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dan data pengamatan aktivitas siswa dan guru.
Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah.

A. Analisis Item Butir Soal
Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui instrument penelitian berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes yang dilakukan meliputi:
1. Validitas
Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes sehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini. Dari perhitungan 46 soal diperoleh 16 soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil dari validits soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa
Soal Valid Soal Tidak Valid
3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23, 25, 25, 27, 28, 29, 30,36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46 1, 2, 8, 15, 16, 18, 20, 22, 24, 31, 32, 33, 34, 35, 40

2. Reliabilitas
Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0, 554. Harga ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 25) dengan r (95%) = 0,367. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syarat reliabilitas.
3. Taraf Kesukaran (P)
Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal. Hasil analisis menunjukkan dari 46 soal yang diuji terdapat:
- 20 soal mudah
- 16 soal sedang
- 10 soal sukar
4. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkteriteria jelek sebanyak 16 soal, berkriteria cukup 20 soal, berkriteria baik 10 soal. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.

B. Analisis Data Penelitian Persiklus
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 4 Oktober 2002 di Kelas ………. dengan jumlah siswa 25 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:

Table 4.2. Nilai Tes Formatif Pada Siklus I
No. Urut Nilai Keterangan No. Urut Nilai Keterangan
T TT T TT
1 40 ? 14 50 ?
2 70 ? 15 30 ?
3 80 ? 16 60 ?
4 50 ? 17 80 ?
5 70 ? 18 40 ?
6 80 ? 19 80 ?
7 70 ? 20 60 ?
8 60 ? 21 70 ?
9 80 ? 22 80 ?
10 80 ? 23 80 ?
11 70 ? 24 50 ?
12 70 ? 25 80 ?
13 80 ? Jumlah 760
6 6
Jumlah 900
10 3
Jumlah Skor 1660
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2500
% Skor Tercapai 66,40

Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 16
Jumlah siswa yang belum tuntas : 9
Klasikal : Belum tuntas
Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I
No Uraian Hasil Siklus I
1
2
3 Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar 66,40
16
64,00

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 66,40 dan ketuntasan belajar mencapai 64,00% atau ada 16 siswa dari 25 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ? 65 hanya sebesar 64,00% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih asing dengan diterapkannya pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah.
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif II dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2002 di Kelas ………. dengan jumlah siswa 25 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalah atau kekurangan pada siklus I tidak terulanga lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.

Table 4.4. Nilai Tes Formatif Pada Siklus II
No. Urut Nilai Keterangan No. Urut Nilai Keterangan
T TT T TT
1 70 ? 14 70 ?
2 80 ? 15 60 ?
3 90 ? 16 80 ?
4 50 ? 17 80 ?
5 70 ? 18 70 ?
6 80 ? 19 70 ?
7 70 ? 20 60 ?
8 60 ? 21 80 ?
9 70 ? 22 80 ?
10 80 ? 23 60 ?
11 80 ? 24 70 ?
12 50 ? 25 80 ?
13 70 ? Jumlah 860
9 3
Jumlah 920
10 3
Jumlah Skor 1780
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2500
% Skor Tercapai 71,20


Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 19
Jumlah siswa yang belum tuntas : 6
Klasikal : Belum tuntas

Tabel 4.5. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II
No Uraian Hasil Siklus II
1
2
3 Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar 71,20
19
76,00

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 71,20 dan ketuntasan belajar mencapai 76,00% atau ada 19 siswa dari 25 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa sudah mulai akrab dan menemuan keasyikan dengan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah. Disamping itu kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar dalam metode ini juga semakin meningkat sehingga proses belalar-mengajar semakin efektif.


3. Siklus III
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2002 di Kelas …….. dengan jumlah siswa 25 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut:




Table 4.6. Nilai Tes Formatif Pada Siklus III
No. Urut Nilai Keterangan No. Urut Nilai Keterangan
T TT T TT
1 70 ? 14 80 ?
2 80 ? 15 90 ?
3 80 ? 16 80 ?
4 70 ? 17 70 ?
5 70 ? 18 80 ?
6 90 ? 19 60 ?
7 80 ? 20 80 ?
8 60 ? 21 90 ?
9 80 ? 22 80 ?
10 90 ? 23 70 ?
11 70 ? 24 80 ?
12 80 ? 25 60 ?
13 90 ? Jumlah 920
10 2
Jumlah 1010
12 1
Jumlah Skor 1930
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2500
% Skor Tercapai 77,20

Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 22
Jumlah siswa yang belum tuntas : 3
Klasikal : Tuntas
Tabel 4.7. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III
No Uraian Hasil Siklus III
1
2
3 Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar 77,20
22
88,00

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 77,20 dan dari 25 siswa yang telah tuntas sebanyak 22 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 88,00% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan siswa mempelajari materi pelajaran yang telah diterapkan selama ini. Disamping itu dengan adanya metode pembelajaran ini siswa dapat bertanya dengan sesama temanya, dan ternyata dari proses bertanya antar siswa ini, siswa lebih mudah menerima penjelasan dari temannya yang lebih paham tengtang materi pelejaran tersebut. Juga dari hasil pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah ini murid jadi lebih mudah untuk bekerja sama dengan sesama temanya.
c. Refleksi
Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut:
1. Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.
2. Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.
3. Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4. Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.
d. Revisi Pelaksanaan
Pada siklus III guru telah menerapkan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

C. Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah memiliki dampak positif dalam meningkatkan daya ingat siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 64,00%, 76,00%, dan 88,00%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap proses mengingat kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA dengan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalahdengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.

Back to Content ?



BAB V PENUTUP

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (64,00%), siklus II (76,00%), siklus III (88,00%).
2. Penerapan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk mempelajari materi pelajaran yang diterima selama ini, dimana hal tersebut ditunjukan dengan rata-rata sikap siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.
3. Pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah memiliki dampak positif terhadap pemahaman materi pelajaran yang diajaran, dimana dengan metode ini siswa dipaksa untuk memecahkan masalah yang beruhubungan dengan materi palajaran yang diajarkan.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mempu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemuan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di ……………………………. Tahun Pelajaran 2002/2003

Back to Content ?



DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon.
Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu.
Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik Deskriptif, tt. Lembaga Penelitian Pendidian dan Penerangan Ekonomi.
Hadi, Sutrisno. 198. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM.
Melvin, L. Siberman. 2004. Aktif Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia dan Nuansa.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Riduwan. 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars.

Back to Content ?



DOWNLOAD FILE

Dapatkan file secara lengkap berupa pengaturan, gambar, tabel dan lain-lain dalam format microsoft word (.doc) pada link dibawah ini !!

Back to Content ?

Comments